Assalammualaikum
Salam kenal teman-teman ^^
Ini adalah suatu pengalaman yang saya miliki selama saya menempuh pendidikan di Universitas Gunadarma.
Pertama saya akan berbagi kisah kenapa masuk di Universitas Gunadarma. Saya sekolah bukan di Jakarta atau Bekasi. Pertama saya mendaftar SNMPTN di Universitas Negeri dimana saya berasal di daerah Kalimantan, saat pengumuman kelulusan diterima dan keluarga saya yang berada di Jakarta, menyuruh untuk pindah ke Jakarta dan mengikuti kuliah di Jakarta saja.
Saya yang sudah terlanjur mendaftar dan diterima di salah satu jurusan di Universitas Negeri mendadak bingung dan membatalkan apa yang sudah direncanakan
Saya lahir di Kalimantan, tetapi orang tua saya bekerja di Jakarta, saya tinggal di Kalimantan dengan nenek dan tante. Saya sering bolak balik Jakarta saat liburan, tetapi saya tidak ada alasan untuk ikut pindah ke Jakarta karena saya sangat menyayangi teman-teman di Kalimantan.
Saat ayah saya mengatakan bahwa ia ingin anaknya pindah dan kuliah di Jakarta serta melanjutkan hidup bersama-sama keluarga di satu atap, saya menyetujuinya dan mengurus kepindahan secepat mungkin.
Saat pindah ke Jakarta, saya menyadari bahwa saya meninggalkan teman-teman dan jurusan yang saya inginkan yaitu MIPA. Saat itu kampus-kampus di Jakarta sudah memulai orientasi siswa, oleh karena itu saya tidak bisa mendaftar dan menunggu jalur khusus. Saat mendaftar di Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB-UI) orang tua saya melarang melanjutkan studi, dan menyuruh untuk mengikuti tes yang ada di UNJ jurusan ekonomi. Saya mengikutinya kemudian berhasil masuk, tapi saya tidak merasa itu adalah jurusan yang saya minati dan saya kesulitan dalam proses menghitung. Saya jujur pada ayah dan dia mengijinkan saya untuk mendaftar di kampus Universitas Gunadarma yang terkenal dengan akreditasinya dan mengijinkan saya memilih jurusan yang saya inginkan. Untuk pilihan pertama saya memilih jurusan Psikologi dan pilihan kedua Sistem Informasi.
Saya mengikuti pendaftaran online yang disediakan dengan membayar uang pendaftaran di BANK yang ditunjuk. Pendaftaran berjalan lancar, tapi tersendat di nomor pendaftaran yang seharusnya saya dapatkan. Keesokan harinya saya berangkat langsung ke Kampus Universitas Gunadarma di Kalimalang, karena rumah saya di Jakarta Timur saya mengambil kampus yang ada di Kalimalang. Saat di kampus, saya langsung mendaftar di ruang pendaftaran dan langsung mendapatkan respon yang baik.
Saat pengumuman diberitahukan saya berhasil pada keduanya dan mendapat nilai A, saya diminta memillih satu, dan saya memilih jurusan Psikologi.
Perjuangan saya mencari jurusan yang tepat cukup berat. Saya berusaha memulai lembaran baru di Universitas Gunadarma.
Memasuki hari pertama kuliah, saya bertemu dengan muka-muka baru. Saya merasa gugup dan merasa malu. Melihat keadaan sekitar, saya berusaha memulai obrolan dengan orang sekitar.
Semester 1 saya mengenal hampir satu angkatan dan banyak bertegur sapa dengan anak jurusan lain yang bertemu di kursi PPSPPT. Mungkin bisa dibilang SKSD, tapi kalo kita mau ditegur oleh orang lain, tegurlah orang itu terlebih dahulu. Alhamdulillah IPK tepat berada di angka 3.
Semester 2 saya mengenal yang mana teman dan yang mana hanya teman di bidang kuliah. Saya
tetap melanjutkan kuliah dengan semangat dan memperbanyak teman. Alhamdulillah IPK naik menjadi 3.2.
Semester 3, kelas dirandom, saya bersama 11 orang teman di kelas lama menjadi teman satu kelas kembali, saya juga mendapatkan teman-teman baru tetapi sebagian besar teman di kelas baru adalah teman-teman saya yang dulu berbeda kelas.
Semester 4, saya mengerti bahwa pertemanan datang dan pergi. Mulai fokus kuliah dan melanjutkan perjuangan yang sudah ada dengan benar. Alhamdulillah IPK menjadi 3.3.
Semester 5 saya mendapat musibah, dan terpaksa mengambil cuti kuliah.
Memasuki semester 6, semester ini yang yang menurut saya benar benar
untuk belajar, semester 6 mulai bertemu dengan dosen
pembimbing untuk melakukan penulisan ilmiah. Tugas datang silih berganti dan laporan terus-terusan menumpuk. Penulisan Ilmiah saya mandet dan tidak berjalan lancar. Karena semester 5 saya mengambil cuti, IPK tidak berubah dan IPK saya turun karena Penulisan Ilmiah tidak selesai tepat waktu menjadi 3.18.
Semester 7, saya melanjutkan Penulisan Ilmiah dengan dosen pembimbing saya dan mengikuti mata kuliah dengan benar walaupun kurang banyaknya keteteran dan tugas datang bertubi-tubi, waktu membuat laporan dan revisi berkurang saking banyaknya laporan yang harus dikerjakan, dan tidak lupa membagi kuisioner sesuai mata kuliah yang dikerjakan.
Sekarang saya fokus menyelesaikan Penulisan Ilmiah. Saya tidak mendapatkan SK Skripsi karena SKS saya kurang 3 mata kuliah dan bisa mengambil skripsi di semester 8. Saya juga harus menaikkan niat belajar untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.
Motto saya walaupun tertinggal beberapa langkah di belakang, jangan lupa untuk lari mengejar.
Sekian sedikit cerita yang bisa saya bagi. Semoga bermanfaat.
Jangan lupa untuk terus mengejar apa yang ingin kalian dapatkan teman-teman.
Terima kasih. Wassalammualaikum ^^
Selasa, 06 Desember 2016
Selasa, 08 November 2016
SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI (Tugas 2)
Gangguan kepribadian Paranoid (Paranoid Personality Disorder)
Contoh
kasus :
Seorang pensiunan pengusaha berusia 85 tahun diwawancarai seorang
pekerja sosial untul menetukan kebutuhan perawatan kesehatan bagi dirinya dan
istrinya yang sakit dan lemah. Pria ini tidak memiliki sejarah penanganan
gangguan mental. Ia terlihat sehat dan waspada secara mental. Ia dan istrinya
telah menikah selama 60 tahun, dan tampak bahwa istrinya merupakan satu-satunya
orang yang benar-benar ia percaya. Dia selalu curiga pada orang lain. Ia tidak akan
mengungkapkan informasi pribadi pada siapapun kecuali pada istrinya, yakin
bahwa orang lain akan mengambil keuntungan darinya. Ia menolak tawaran bantuan
dari kenalannya karena ia curiga dengan mereka. Saat menerima telepon ia akan
menolak menyebutkan namanya sampai ia tahu maksud si penelepon. Ia selalu
melibatkan dirinya dalam “pekerjaan yang berguna” untuk mengisi waktunya,
bahkan selama 20tahun masa pensiunnya. Ia meluangkan waktu yang cukup banyak
untuk memonitor investasinya dan pernah bertengkar dengan pialangnya saat
terjadi kesalahan dalam rekening bulanannya, yang membuatnya curiga bahwa
pialangnya tersebut berusaha menutupi transaksi yang curang. (Diadaptasi dari
Spitzer dkk,1994, hal. 211-213).
Penanggulangan
:
Perawatan untuk gangguan kepribadian paranoid akan sangat efektif untuk
mengendalikan paranoia (perasaan curiga berlebih) penderita, namun hal itu akan
selalu menjadi sulit dikarenakan penderita akan selalu memiliki kecurigaan
kepada dokter atau terapis yang merawatnya. Jika dibiarkan saja maka keadaan
penderita akan menjadi lebih kronis. Perawatan yang dilakukan, meliputi sistem
perawatan utama dan juga perawatan yang berada di luar perawatan utama
(suplement), seperti program untuk mengembangkan diri, dukungan dari keluarga, ceramah,
perawatan di rumah, membangun sikap jujur kepad diri sendiri, kesemuanya akan
menyempurnakan dan membantu proses penyembuhan penderita. Sehingga diharapkan
konsekuensi sosial terburuk yang biasa terjadi dari gangguan ini, seperti
perpecahan keluarga, kehilangan pekerjaan dan juga tempat tinggal dapat
dihindari untuk dialami oleh si penderita.
Medikasi atau pengobatan untuk gangguan kepribadian paranoid secara
umum tidaklah mendukung, kecenderungan yang timbul biasanya adalah meningkatnya
rasa curiga dari pasien yang pada akhirnya melakukan penarikan diri dari terapi
yang telah dijalani.
Para ahli menunjuk pada bentuk perawatan yang lebih berfokus kepada
kondisi spesifik dari gangguan tersebut seperti kecemasan dan juga delusi,
dimana perasaan tersebut yang menjadi masalah utama perusak fungsi normal
mental penderita. namun untuk penanggulangan secara cepat terhadap penderita
yang membutuhkan penanganan gawat darurat maka penggunaan obat sangatlah
membantu, seperti ketika penderita mulai kehilangan kendali dirinya seperti
mengamuk dan menyerang ornag lain.
Psikoterapi merupakan perawatan yang paling menjanjikan bagi para
penderita gangguan kepribadian paranoid. Orang-orang yang menderita penyakit
ini memiliki masalah mendasar yang membutuhkan terapi intensif. Hubungan yang
baik antara terapis dengan klien kunci kesembuhan klien. Walau masih sangat
sulit untuk membangun suatu hubungan yang baik dikarenakan suatu keragu-raguan
yang timbul serta kecurigaan dari diri klien terhadap terapis.
Walau penderita gangguan kepribadian paranoid biasanya memiliki
inisiatif sendiri untuk melakukan perawatan, namun sering kali juga mereka
sendiri juga lah yang menghentikan proses penyembuhan secara prematur ditengah
jalan.
Demikian juga dengan pembangunan rasa saling percaya yang dilakukan
oleh sang terapis terhadap klien, dimana membutuhkan perhatian yang lebih,
namun kemungkinan akan tetap rumit untuk dapat mengarahkan klien walaupun tahap
membangun rasa kepercayaan telah terselesaikan. Kemungkinan jangka panjang untuk
penderita gangguan kepribadian paranoid bersifat kurang baik, kebanyakan yang
terjadi terhadap penderita dikemudian hari adalah menetapnya sifat yang sudah
ada sepanjang hidup mereka, namun dengan penanganan yang efektif serta bersifat
konsisten maka kesembuhan bagi penderita jelas masih terbuka.
Metode pengembangan diri secara berkelompok dapat dilakukan kepada
penderita walau memiliki kesulitan saat pelaksanaannya. Kecurigaan tingkat
tinggi dan rasa tidak percaya pada penderita akan membuat kehadiran kelompok
pendukung menjadi tidak berguna atau bahkan lebih parahnya dapat bersifat
merusak bagi diri penderita.
Sumber :
Nevid,
Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. 2005. Psikologi Abnormal
jilid 1. Jakarata : Erlangga
Rabu, 12 Oktober 2016
SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI
1. PENGERTIAN SISTEM
Menurut Gaol (2008) sistem adalah
hubungan satu unit dengan unit lainnya yang saling berhubungan satu
sama lainnya dan yang tidak dapat dipisahkan serta menuju satu kesatuan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selain itu, menurut Jogiyanto
(2005) sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang
saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu
kegiatan untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu.
Sedangkan menurut Poerwadarminta
(2003) sistem adalah sekelompok bagian-bagian yang berupa alat dan lain
sebagainya, yang bekerja sama untuk melaksanakan tujuan tertentu.
Berdasarkan pengertian beberapa
tokoh tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sistem adalah sekelompok
bagian-bagian yang menyatu secara kompleks dan rapi untuk melakukan
kegiatan guna mencapai tujuan tertentu.
2. PENGERTIAN INFORMASI
Menurut Jogiyanto (2005)
informasi adalah hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang
lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya, yang menggambarkan
suatu kejadian-kejadian yang nyata yang berguna untuk para pengambil
keputusan.
Menurut Alamsyah (2005) informasi adalah data yang telah diolah dengan cara tertentu sesuai dengan bentuk yang diperlukan.
Selain itu, menurut Bodnar &
Hopwood (2000) informasi merupakan data yang diolah sedemikian rupa
sehingga bisa dijadikan dasar dalam mengambil sebuah keputusan yang
tepat dan benar.
Begitu pula menurut Sutabri (2012) informasi adalah data yang diolah dan diinterpretasikan untuk mengambil sebuah keputusan.
Berdasarkan pengertian menurut
tokoh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa informasi adalah hasil
pengolahan data yang diolah dengan cara tertentu lalu diinterpretasikan
untuk digunakan dalam pengambilan keputusan.
3. PENGERTIAN PSIKOLOGI
Menurut Muhibbinsyah (2001)
psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka
dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam
hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku
yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk,
berjalan dan lain sebagainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi
berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
Clifford T. Morgan (dalam
Sarwono, 2009) berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia dan hewan.
Sedangkan Gardner Murphy (dalam
Sarwono, 2009) berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari
respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa
psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku terbuka dan
tertutup manusia baik secara individu maupun kelompok.
4. SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI
Berdasarkan
pengertian istilah-istilah diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
sistem informasi psikologi adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat
kombinasi dari manusia dan teknologi yang dimaksudkan mengolah data
mengenai perilaku manusia sehingga menghasilkan informasi yang dapat
digunakan untuk tujuan tertentu.
Sumber :
Alamsyah, Z. (2005). Manajemen sistem informasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Bodnar, G. H., & Hopwood, W. S. (2000). Sistem informasi akutansi, terjemahan Amir Abadi Jusuf, Rudi M. Tambunan. Jakarta : Salemba Empat
Gaol, J.L. (2008). Sistem informasi manajemen. Jakarta : PT Gramedia
Jogiyanto. (2005). Analisis dan desain sistem informasi.Yogyakarta : Penerbit Andi
Muhibbinsyah. (2001). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Poerwadarminta, W.J.S. (2003). Kamus umum bahasa indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Jumat, 27 Mei 2016
SOFTSKILL - Terapi Kelompok
ANGGOTA KELOMPOK
1. Liya Sari Asri Wiyanto 15513018
2. Mutiara Frasiska 16513235
3. R .RR. Andina Ajeng Ranaputri 17513071
4. Saskia Nauval 18513289
TERAPI KELOMPOK
A. Evolusi Metode Kelompok
1. Awal 1900, Joseph Pratt melakukan kunjungan rumah dan mengadakan pertemuan antar penderita TBC.
2. Tahun 1910, Jacob Moreno (Psikiater austrie) mengunakan teknik teater seperti role playing, untuk membantu mengembangkan interaksi dan spontanitas pasien, dengan membawa problemnya pada setting kelompok.
3. Tahun 1925, Moreno pindah ke USA dan mengenalkan teknik “Psikodrama”.
4. Tahun 1930 institut Tavistovk di londong dengan dasar teori psikoanalisanya Melani Klien mengembangkan proses kelompok dalam membantu memecahkan problematika.
5. Pada tahun 1930 , Samuel Slavson juga melakukan terapi aktivitas kelompok dan mendorong anggotanya dalam berinteraksi menyelesaikan konflik, impuls, dan pola perilaku.
6. Tahun 1931, Moreno mengenalkan istilah “terapi kelompok”.
7. Tahun 1943, Slavson mengorganisaskan Asosiasi Terapi Kelompok America.
8. Tahun 1964, Slavson menerapkan teknik terapi kelompok dengan pendidikan progresif dan psikoanalisis untuk membantu anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan.
B. Terapi Kelompok
1. Pengertian Terapi Kelompok
Menurut Margaret E. Hartford terapi kelompok adalah metode pekerjaan sosial dengan nama pengalaman-pengalaman kelompok yang digunakan oleh pekerja sosial sebagai medium praktik utama yang bertujuan untuk mempengaruhi keberfungsian sosial, pertumbuhan atau perubahan anggota-anggota kelompok.
Menurut Harleigh B. Trecker terapi kelompok adalah suatu metode khusus yang memberikan kesempatan-kesempatan kepada individu-individu dan kelompok-kelompok untuk tumbuh dalam setting-setting fungsional pekerjaan sosial, rekreasi dan pendidikan.
Sedangkan Menurut Grace L. Coyle terapi kelompok memungkinkan berbagai jenis kelompok berfungsi sedemikian rupa, sehingga interaksi kelompok dan kegiatan-kegiatan program memberikan kontribusi pada pertumbuhan individu-individu dalam pencapaian tujuan-tujuan social yang diinginkan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa terapi kelompok adalah suatu metode praktik yang bertujuan untuk mempengaruhi keberfungsian mengenai pekerjaan sosial, pendidikan atau pencapaian-pencapaian sosial lainnya.
C. Konsep Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakn suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih. Keuntungan yang diperoleh individu melalui terapi aktivitas kelompok ini adalah dukungan (support), pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan kemampuan hubungan interpersonal dan meningkatkan uji realitas. Sehingga terapi aktivitas kelompok ini dapat dilakukan pada karakteristik ganggguan seperti, gangguan konsep diri, harga diri rendah, perubaha persepsi sensori halusinasi. Selain itu, dapat mengobati klien dalam jumlah banyak, dapat mendiskusikan masalah secara kelompok. Belajar bermacam masalah dan belajar peran di dalam kelompok. Namun, pada terapi ini juga terdapat kekurangan yaitu, kehidupan pribadi klien tidak terlindungi dan klien sulit mengungkapkan masalahnya. Dengan sharing pengalaman pada klien dengan isolasi sosial diharapakan klien mampu membuka dirinya untuk berinteraksi dengan orang lain.
D. Unsur-Unsur Terapi Kelompok
1. Munculnya Gangguan
Psikoterapi kelompok menggunakan kekuatan terapeutik di dalam kelompok, interaksi konstruktif antara anggota dan intervensi dari pemimpin terlatih untuk mengubah tingkah laku, pikiran, dan perasaaan maladaptif dari seseorang yang secara emosional mengalami distress. Pada era yang secara finansial sangat ketat, terjadi penurunan titik berat pada psikoterapi individual dan penggunaan yang meluas pada pendekatan psikofarmakologis. Semakin banyak pasien yang dirawat dengan psikoterapi kelompok dibandingkan dengan bentuk verbal terapi lainnya.
2. Tujuan Terapis
Menururt Hartforcd dan Alissi, metode terapi kelompok digunakan untuk memellhara atau memperbaiki keberfungsian personal dan sosial para anggota kelompok dan beragam tujuan, yakni :
a. Tujuan korektif
b. Tujuan preventif
c. Tujuan pertumbuhan sosial norma
d. Tujuan peningkatan personal
e. Tujuan peningkatan partisipasi dari tanggung jawab masyarakat.
Menururt Gisela Konofka, tujuan terapi kelompok adalah individualisasi, rasa memiliki (sense of belong), mengembangkan kemampuan dasar untuk berpartisipasi, meningkatkan kemampuan untuk memberikan kontribus pada keputusan-keputusan melalui pemikiran rasional dan penjelasan kelompok, meningkatkan respek terhadap keberbedaan orang lain, dan mengembangkan iklim sosial yang hangat dan penuh penerimaan.
E. Jenis-jenis terapi kelompok
1. Terapi Kelompok Psikoanalisa
a) Konsep psikoanalisa dijadikan terapi kelompok oleh Wolf (1957) dan Slavson (1964).
b) Terdapat 4-5 pria dan 4-5 wanita dalam satu kelompok.
c) Pertemuan berlangsung selama 90 menit dan tiga kali per minggu.
d) Menurut Slavson, terapi kelompok berguna untuk membantu klien memperoleh insight, meningkatkan kesadaran emosional terhadap trauma yang terjadi pada masa kecil.
e) Teknik-teknik teori psikoanalisa dalam konseling kelompok dilihat dari sudut kegiatan yang dilakukan. Kelompok dibedakan atas :
1) Kelompok aksi (action group) yang dirancang dengan tugas utama mengerjakan sesuatu.
2) Kelompok studi (study group) yang dirancang dengan tugas utama mempelajari seluk-beluk suatu bidang dengan menggunakan sumber-sumber tertentu.
3) Kelompok diskusi (discussion group), yang dirancang dengan tujuan utama membahas bersama suatu masalah yang dihadapi.
2. Psikodrama / Roleplay
a) Dibuat oleh Jacob Moreno (1920), bertujuan untuk memberikan kesempatan pada klien untuk katarsis, berperilaku spontan, dan saling memahami antar-anggota.
b) Ada tahap dimana klien memperagakan peristiwa hidupnya yang siginifikan dihadapan anggota lainnya.
c) Ada juga tahap dimana anggota berperan menjadi klien dan klien menjadi individu yang berpengaruh dalam hidupnya dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran klien.
d) Menurut Moreno, bermain peran lebih efektif untuk katarsis dan membebaskan klien untuk berkreasi.
3. Analisis Transaksional
a) Dikemukakan oleh Eric Berne (1950). Menurut Berne fokus pada pemahaman klien daripada pelepasan emosi klien, untuk memperoleh insight mengenai kesalahan transaksi yang terjadi.
b) Diawali dengan kontrak ("Saya ingin berhenti merasa depresi") untuk membuat rencana terapi dan evaluasinya (mencari status ego, tipe transaksi/games, naskah hidup).
4. Terapi Perilaku Berkelompok
a) Beberapa orang dengan masalah perilaku yang sama dapat diterapi bersama.
b) Terdapat tiga jenis terapi perilaku berkelompok yaitu systematic desentizitation (terdiri dari klien-klien dengan phobia yang sama, bersama-sama belajar relaksasi), assertion training groups (anggota bermain peran melakukan perilaku asertif terhadap anggota lain, lalu yang lan memberi komentar) dan kontrol yang ditujukan terhadap perilaku tertentu (seperti makan berlebihan).
5. T-Group / Sensitivity Training Group
a) Ditujukan untuk individu normal.
b) Kelompok terdiri dari 10-15 individu.
c) Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan kepekaan perasaan, pikiran, dan tujuan terhadap orang lain, melatih kejujuran dan jadi diri sendiri, belajar memberi dan menerima umpan balik dan menyelesaikan konflik interpersonal.
d) Hanya ada trainer yang membantu menentukan tujuan dan arah kelompok serta membantu anggota belajar dari pengalaman.
6. Encounter Groups
a) Untuk mengatasi keterasingan terhadap lingkungan.
b) Pandangan perasaan bahagia, merasa diri penuh, bertanggung jawab, punya hubungan dekat dengan orang lain, lebih jadi diri sendiri, dapat mencapai dan berbagi dengan orang lain adalah esensi sebagai manusia dan memfasilitasi individu untuk menjadi spontan dan merasakan keintiman bersama.
c) Terapis tidak ikut campur dalam proses terapi. Pada awalnya anggota akan kebingungan, tapi lama kelamaan akan terjadi interaksi sehingga spontanitas dan keintiman dapat tercapai. Contoh Marriage Encounte.
F. Jenis dan Tujuan kelompok
Menurut Rawlins, Wiliams dan Beck (1993), jenis dan tujuan kelompok adalah :
1. Kelompok terapeutik
Bertujuan mencegah masalah kesehatan, mendidik, mengembangkan potensi, meningkatkan kualitas kelompok dengan anggota saling bantu dalam menyelesaikan masalah.
2. Terapi kelompok
Membuat sadar diri, meningkatkan hubungan interpersonal dan membuat perubahan
3. Terapi aktivitas kelompok
Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok yang dilakukan secara bertahap. Selain itu, dapat juga berupa melakukan hal yang menjadi hobinya seperti menyanyi. Saat melakukan hobi, terapis mengobservasi reaksi pasien berupa ekspresi perasaan secara nonverbal.
a) Tujuan terapi kelompok adalah untuk meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan hubungan interpersonal, membagi emosi atau perasaan yang dimiliki pasien dan agar pasien mandiri.
b) Peran Terapis adalah terapis membantu, mendorong pasien secara aktif agar mencapai tujuan-tujuan dari terapi kelompok.
c) Teknik-Teknik Terapi
Berikut sejumlah teknik yang dapat digunakan ketika melaksanakan terapi kelompok :
1) Teknik yang melibatkan para anggota.
2) Teknik yang melibatkan pemimpin.
3) Menggunakan babak-babak terapeutik.
4) Teknik sesekali membantu lebih dari satu anggota.
5) Teknik untuk bekerja dengan Individu secara tidak langsung.
6) Teknik yang menyebabkan para anggota berbagi pada tingkat lebih pribadi.
G. Karakteristik Terapi Kelompok
1. Pada umumnya terdiri dari 5-10 orang yang bertemu dengan terapis. Panjang sesi adalah 90-120 menit.
2. Setting ruangan melingkar agar terapis dan anggota dapat saling melihat.
3. Anggota kelompok heterogen (pekerjaan, tingkat pendidikan, rentang usia, dll).
4. Jenis gangguan terkadang sama atau berbeda (sesuai kebutuhan).
H. Kelebihan Terapi Kelompok
1. Individu dilihat secara pribadi dan dalam interaksinya dengan lingkungan sehingga anggota menjadi lebih peka terhadap lingkungan.
2. Anggota dapat melihat adanya masalah yang serupa di sekitar dirinya, sehingga memunculkan pemikiran "You are not alone".
3. Adanya penerimaan dan dukungan kelompok yang pada awalnya diperlukan perasaan "kami". Anggota dapat melihat dan meniru anggota lain yang sukses dalam mengatasi masalah.
4. Ada kesempatan untuk memperoleh umpan balik dari kelompok dan ada kesempatan untuk saling membantu antar-anggota, bukan hanya dari terapis
5. Dengan adanya berbagai macam pribadi, kepekaan pikiran dan perasaan makin terasah. Pengalaman sebagai satu keluarga dapat memperbaiki perilaku. Kesuksesan anggota menjadi harapan bagi anggota lain untuk mencapai perubahan.
Kondisi klien terapi kelompok yang tidak di rekomendasikan yaitu :
a) Klien dalam keadaan kritis.
b) Takut bicara pada kelompok.
c) Sangat tidk efektif dalam keterampilan sosialisasi (pemalu,agrsif, dll).
d) Bila konfidensial adalah hal penting.
I. Kekurangan Terapi Kelompok
1. Tidak semua klien cocok seperti tertutup, masalah verbal, interaksi.
2. Peran terapis menyebar seperti menangani banyak orang sekaligus.
3. Sulit menumbuhkan kepercayaan kurang personal.
4. Klien sangat tergantung dan berharap terlalu banyak pada kelompok.
5. Kelompok tidak dijadikan sarana untuk berlatih.
6. Membutuhkan terapis terlatih.
Contoh Kasus
Untuk menganalisa pengaruh tindakan keperawatan terapi kelompok suportif terhadap Kelompok, reponden kelompok kontrol diambil dari klien DM yang dirawat inap di Bangsal. Kemampuan mengatasi perilaku kekerasan pada klien skizofrenia di Rumah Sakit Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang. Sedangkan perlakuan yang didapatkan klien adalah tindakan keperawatan terapi kelompok suportif sebanyak empat sesi. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuesioner skala novaco dari novaco, Fauziah dan Putri dengan modifikasi peneliti. Responden diseleksi dengan menggunakan kuesioner tersebut dan bila memiliki nilai total <15 maka individu memenuhi criteria untuk menjadi responden yaitu dengan skala marah sedang. Kriteria yang lain adalah Usia dewasa (18 – 55 tahun) yang mampu mengisi data-data yang diberikan, bisa membaca dan menulis, klien yang sudah dirawat selama 2 minggu di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang, diagnosa keperawatan perilaku kekerasan (berdasarkan catatan keperawatan), jenis obat yang di minum pasien yaitu CPZ, HP dan THP (berdasarkan catatan keperawatan), klien yang sudah mendapatkan TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan (berdasarkan catatan keperawatan). Klien yang mengalami tingkat kemarahan sedang berdasarkan hasil screening emosi marah. Analisis statistik yang dipergunakan yaitu univariat dan bivariat dengan analisis korelasi pearson dan dependent-sample t-test serta Anova dengan tampilan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi.
Hasil dari contoh kasus
Hasil pada penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia responden adalah 29,33 tahun dan frekuensi dirawat adalah selama 2,6 kali. 57, 1% responden berjenis kelamin laki-laki, 16,9% bekerja sebagai buruh, 50% berpendidikan menengah (SMP), dan 54,8% responden berstatus tidak kawin. Uji karakteristik responden menunjukkan bahwa pada 5% tidak ada perbedaan yang signifikan karakteristik responden. Tabel 1 nilai pre test kemampuan kognitif sebesar 18,93, untuk nilai kemampuan perilaku sebesar 51,90, sedangkan untuk nilai kemampuan sosial sebesar 22,83. Setelah dilakukan terapi kelompok supportif kemampuan mengatasi perilaku kekerasan mengalami peningkatan skor perbedaan dilihat setelah diberikan terapi suportif dengan kemampuan kognitif, kemampuan perilaku dan kemampuan sosial peningkatan dengan nilai pada 5% (p value > 0,000) pada tabel 4 artinya ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan mengatasi perilaku kekerasan dengan permberian terapi kelompok suportif.
Hasil screening menunjukkan bahwa kebanyakan klien berada pada tingkat emosi sedang dan beberapa yang mengalami emosi kurang dan buruk dilaporkan kebagian keperawatan untuk ditindaklanjuti. Kondisi ini perlu ditangani, salah satunya dengan memberikan terapi kelompok suportif bagi klien perilaku kekerasan. Pemberian terapi kelompok suportif berdampak respon perilaku yang cukup besar. Terapi kelompok suportif merupakan salah satu jenis terapi kelompok untuk merubah perilaku, perubahan perilaku dilatih melalui tahapan-tahapan tertentu sehingga perubahan perilaku yang diharapkan akan lebih mudah dilakukan klien. Gambaran perilaku yang akan dipelajari, memperlajari perilaku baru melalui petunjuk dan demonstrasi, role play yaitu mempraktekkan perilaku baru dengan memberikan umpan balik dan mengaplikasikan perilaku baru dalam situasi nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Miller dan Harsen (1997) menyatakan bahwa perubahan perilaku yang baik dapat dilakukan dengan teknik asertif.
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa pemberian terapi generalis dan terapi kelompok suportif menurunkan respon perilaku lebih besar daripada hanya dengan terapi generalis saja.
Daftar Pustaka
Ahmad, T. (2011, 06 20). Makalah Terapi Kelompok. Dipetik 05 20, 2014, dari Katulumbu: http://katumbu.blogspot.com/2012/06/makalah-terapi-kelompok.html
Hapsah., Hamid, A., & Susanti, H. (2011). Peningkatan Generatvitas Melalui Terapi Kelompok pada Perempuan Paruh Baya. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Hartford, M.E.coyle, G.L.(2009) Social process in the community and the group: significant areas of content in a social work curriculum.cornell university: council on social work education
Rawlins, T.R.P., Williams, S.R., Beck, C.M. (1993). Mental Health Psychiatric Nursing a Holistic Life Cycle Approach. St. Louis : Mosby Year Book.
Semiun,yustinus.(2006) kesehatan mental 3.yogyakarta: kanisius
Trecker,H.B.(2008) Social work administration.university of California: association press.
.http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/38/jbptunpaspp-gdl-edisuharto-1871-2-pekerjaa-2.pdf
https://www.academia.edu/8815830/PROPOSAL_TERAPI_AKTIVITAS_KELOMPOK
1. Liya Sari Asri Wiyanto 15513018
2. Mutiara Frasiska 16513235
3. R .RR. Andina Ajeng Ranaputri 17513071
4. Saskia Nauval 18513289
TERAPI KELOMPOK
A. Evolusi Metode Kelompok
1. Awal 1900, Joseph Pratt melakukan kunjungan rumah dan mengadakan pertemuan antar penderita TBC.
2. Tahun 1910, Jacob Moreno (Psikiater austrie) mengunakan teknik teater seperti role playing, untuk membantu mengembangkan interaksi dan spontanitas pasien, dengan membawa problemnya pada setting kelompok.
3. Tahun 1925, Moreno pindah ke USA dan mengenalkan teknik “Psikodrama”.
4. Tahun 1930 institut Tavistovk di londong dengan dasar teori psikoanalisanya Melani Klien mengembangkan proses kelompok dalam membantu memecahkan problematika.
5. Pada tahun 1930 , Samuel Slavson juga melakukan terapi aktivitas kelompok dan mendorong anggotanya dalam berinteraksi menyelesaikan konflik, impuls, dan pola perilaku.
6. Tahun 1931, Moreno mengenalkan istilah “terapi kelompok”.
7. Tahun 1943, Slavson mengorganisaskan Asosiasi Terapi Kelompok America.
8. Tahun 1964, Slavson menerapkan teknik terapi kelompok dengan pendidikan progresif dan psikoanalisis untuk membantu anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan.
B. Terapi Kelompok
1. Pengertian Terapi Kelompok
Menurut Margaret E. Hartford terapi kelompok adalah metode pekerjaan sosial dengan nama pengalaman-pengalaman kelompok yang digunakan oleh pekerja sosial sebagai medium praktik utama yang bertujuan untuk mempengaruhi keberfungsian sosial, pertumbuhan atau perubahan anggota-anggota kelompok.
Menurut Harleigh B. Trecker terapi kelompok adalah suatu metode khusus yang memberikan kesempatan-kesempatan kepada individu-individu dan kelompok-kelompok untuk tumbuh dalam setting-setting fungsional pekerjaan sosial, rekreasi dan pendidikan.
Sedangkan Menurut Grace L. Coyle terapi kelompok memungkinkan berbagai jenis kelompok berfungsi sedemikian rupa, sehingga interaksi kelompok dan kegiatan-kegiatan program memberikan kontribusi pada pertumbuhan individu-individu dalam pencapaian tujuan-tujuan social yang diinginkan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa terapi kelompok adalah suatu metode praktik yang bertujuan untuk mempengaruhi keberfungsian mengenai pekerjaan sosial, pendidikan atau pencapaian-pencapaian sosial lainnya.
C. Konsep Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakn suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih. Keuntungan yang diperoleh individu melalui terapi aktivitas kelompok ini adalah dukungan (support), pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan kemampuan hubungan interpersonal dan meningkatkan uji realitas. Sehingga terapi aktivitas kelompok ini dapat dilakukan pada karakteristik ganggguan seperti, gangguan konsep diri, harga diri rendah, perubaha persepsi sensori halusinasi. Selain itu, dapat mengobati klien dalam jumlah banyak, dapat mendiskusikan masalah secara kelompok. Belajar bermacam masalah dan belajar peran di dalam kelompok. Namun, pada terapi ini juga terdapat kekurangan yaitu, kehidupan pribadi klien tidak terlindungi dan klien sulit mengungkapkan masalahnya. Dengan sharing pengalaman pada klien dengan isolasi sosial diharapakan klien mampu membuka dirinya untuk berinteraksi dengan orang lain.
D. Unsur-Unsur Terapi Kelompok
1. Munculnya Gangguan
Psikoterapi kelompok menggunakan kekuatan terapeutik di dalam kelompok, interaksi konstruktif antara anggota dan intervensi dari pemimpin terlatih untuk mengubah tingkah laku, pikiran, dan perasaaan maladaptif dari seseorang yang secara emosional mengalami distress. Pada era yang secara finansial sangat ketat, terjadi penurunan titik berat pada psikoterapi individual dan penggunaan yang meluas pada pendekatan psikofarmakologis. Semakin banyak pasien yang dirawat dengan psikoterapi kelompok dibandingkan dengan bentuk verbal terapi lainnya.
2. Tujuan Terapis
Menururt Hartforcd dan Alissi, metode terapi kelompok digunakan untuk memellhara atau memperbaiki keberfungsian personal dan sosial para anggota kelompok dan beragam tujuan, yakni :
a. Tujuan korektif
b. Tujuan preventif
c. Tujuan pertumbuhan sosial norma
d. Tujuan peningkatan personal
e. Tujuan peningkatan partisipasi dari tanggung jawab masyarakat.
Menururt Gisela Konofka, tujuan terapi kelompok adalah individualisasi, rasa memiliki (sense of belong), mengembangkan kemampuan dasar untuk berpartisipasi, meningkatkan kemampuan untuk memberikan kontribus pada keputusan-keputusan melalui pemikiran rasional dan penjelasan kelompok, meningkatkan respek terhadap keberbedaan orang lain, dan mengembangkan iklim sosial yang hangat dan penuh penerimaan.
E. Jenis-jenis terapi kelompok
1. Terapi Kelompok Psikoanalisa
a) Konsep psikoanalisa dijadikan terapi kelompok oleh Wolf (1957) dan Slavson (1964).
b) Terdapat 4-5 pria dan 4-5 wanita dalam satu kelompok.
c) Pertemuan berlangsung selama 90 menit dan tiga kali per minggu.
d) Menurut Slavson, terapi kelompok berguna untuk membantu klien memperoleh insight, meningkatkan kesadaran emosional terhadap trauma yang terjadi pada masa kecil.
e) Teknik-teknik teori psikoanalisa dalam konseling kelompok dilihat dari sudut kegiatan yang dilakukan. Kelompok dibedakan atas :
1) Kelompok aksi (action group) yang dirancang dengan tugas utama mengerjakan sesuatu.
2) Kelompok studi (study group) yang dirancang dengan tugas utama mempelajari seluk-beluk suatu bidang dengan menggunakan sumber-sumber tertentu.
3) Kelompok diskusi (discussion group), yang dirancang dengan tujuan utama membahas bersama suatu masalah yang dihadapi.
2. Psikodrama / Roleplay
a) Dibuat oleh Jacob Moreno (1920), bertujuan untuk memberikan kesempatan pada klien untuk katarsis, berperilaku spontan, dan saling memahami antar-anggota.
b) Ada tahap dimana klien memperagakan peristiwa hidupnya yang siginifikan dihadapan anggota lainnya.
c) Ada juga tahap dimana anggota berperan menjadi klien dan klien menjadi individu yang berpengaruh dalam hidupnya dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran klien.
d) Menurut Moreno, bermain peran lebih efektif untuk katarsis dan membebaskan klien untuk berkreasi.
3. Analisis Transaksional
a) Dikemukakan oleh Eric Berne (1950). Menurut Berne fokus pada pemahaman klien daripada pelepasan emosi klien, untuk memperoleh insight mengenai kesalahan transaksi yang terjadi.
b) Diawali dengan kontrak ("Saya ingin berhenti merasa depresi") untuk membuat rencana terapi dan evaluasinya (mencari status ego, tipe transaksi/games, naskah hidup).
4. Terapi Perilaku Berkelompok
a) Beberapa orang dengan masalah perilaku yang sama dapat diterapi bersama.
b) Terdapat tiga jenis terapi perilaku berkelompok yaitu systematic desentizitation (terdiri dari klien-klien dengan phobia yang sama, bersama-sama belajar relaksasi), assertion training groups (anggota bermain peran melakukan perilaku asertif terhadap anggota lain, lalu yang lan memberi komentar) dan kontrol yang ditujukan terhadap perilaku tertentu (seperti makan berlebihan).
5. T-Group / Sensitivity Training Group
a) Ditujukan untuk individu normal.
b) Kelompok terdiri dari 10-15 individu.
c) Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan kepekaan perasaan, pikiran, dan tujuan terhadap orang lain, melatih kejujuran dan jadi diri sendiri, belajar memberi dan menerima umpan balik dan menyelesaikan konflik interpersonal.
d) Hanya ada trainer yang membantu menentukan tujuan dan arah kelompok serta membantu anggota belajar dari pengalaman.
6. Encounter Groups
a) Untuk mengatasi keterasingan terhadap lingkungan.
b) Pandangan perasaan bahagia, merasa diri penuh, bertanggung jawab, punya hubungan dekat dengan orang lain, lebih jadi diri sendiri, dapat mencapai dan berbagi dengan orang lain adalah esensi sebagai manusia dan memfasilitasi individu untuk menjadi spontan dan merasakan keintiman bersama.
c) Terapis tidak ikut campur dalam proses terapi. Pada awalnya anggota akan kebingungan, tapi lama kelamaan akan terjadi interaksi sehingga spontanitas dan keintiman dapat tercapai. Contoh Marriage Encounte.
F. Jenis dan Tujuan kelompok
Menurut Rawlins, Wiliams dan Beck (1993), jenis dan tujuan kelompok adalah :
1. Kelompok terapeutik
Bertujuan mencegah masalah kesehatan, mendidik, mengembangkan potensi, meningkatkan kualitas kelompok dengan anggota saling bantu dalam menyelesaikan masalah.
2. Terapi kelompok
Membuat sadar diri, meningkatkan hubungan interpersonal dan membuat perubahan
3. Terapi aktivitas kelompok
Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok yang dilakukan secara bertahap. Selain itu, dapat juga berupa melakukan hal yang menjadi hobinya seperti menyanyi. Saat melakukan hobi, terapis mengobservasi reaksi pasien berupa ekspresi perasaan secara nonverbal.
a) Tujuan terapi kelompok adalah untuk meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan hubungan interpersonal, membagi emosi atau perasaan yang dimiliki pasien dan agar pasien mandiri.
b) Peran Terapis adalah terapis membantu, mendorong pasien secara aktif agar mencapai tujuan-tujuan dari terapi kelompok.
c) Teknik-Teknik Terapi
Berikut sejumlah teknik yang dapat digunakan ketika melaksanakan terapi kelompok :
1) Teknik yang melibatkan para anggota.
2) Teknik yang melibatkan pemimpin.
3) Menggunakan babak-babak terapeutik.
4) Teknik sesekali membantu lebih dari satu anggota.
5) Teknik untuk bekerja dengan Individu secara tidak langsung.
6) Teknik yang menyebabkan para anggota berbagi pada tingkat lebih pribadi.
G. Karakteristik Terapi Kelompok
1. Pada umumnya terdiri dari 5-10 orang yang bertemu dengan terapis. Panjang sesi adalah 90-120 menit.
2. Setting ruangan melingkar agar terapis dan anggota dapat saling melihat.
3. Anggota kelompok heterogen (pekerjaan, tingkat pendidikan, rentang usia, dll).
4. Jenis gangguan terkadang sama atau berbeda (sesuai kebutuhan).
H. Kelebihan Terapi Kelompok
1. Individu dilihat secara pribadi dan dalam interaksinya dengan lingkungan sehingga anggota menjadi lebih peka terhadap lingkungan.
2. Anggota dapat melihat adanya masalah yang serupa di sekitar dirinya, sehingga memunculkan pemikiran "You are not alone".
3. Adanya penerimaan dan dukungan kelompok yang pada awalnya diperlukan perasaan "kami". Anggota dapat melihat dan meniru anggota lain yang sukses dalam mengatasi masalah.
4. Ada kesempatan untuk memperoleh umpan balik dari kelompok dan ada kesempatan untuk saling membantu antar-anggota, bukan hanya dari terapis
5. Dengan adanya berbagai macam pribadi, kepekaan pikiran dan perasaan makin terasah. Pengalaman sebagai satu keluarga dapat memperbaiki perilaku. Kesuksesan anggota menjadi harapan bagi anggota lain untuk mencapai perubahan.
Kondisi klien terapi kelompok yang tidak di rekomendasikan yaitu :
a) Klien dalam keadaan kritis.
b) Takut bicara pada kelompok.
c) Sangat tidk efektif dalam keterampilan sosialisasi (pemalu,agrsif, dll).
d) Bila konfidensial adalah hal penting.
I. Kekurangan Terapi Kelompok
1. Tidak semua klien cocok seperti tertutup, masalah verbal, interaksi.
2. Peran terapis menyebar seperti menangani banyak orang sekaligus.
3. Sulit menumbuhkan kepercayaan kurang personal.
4. Klien sangat tergantung dan berharap terlalu banyak pada kelompok.
5. Kelompok tidak dijadikan sarana untuk berlatih.
6. Membutuhkan terapis terlatih.
Contoh Kasus
Untuk menganalisa pengaruh tindakan keperawatan terapi kelompok suportif terhadap Kelompok, reponden kelompok kontrol diambil dari klien DM yang dirawat inap di Bangsal. Kemampuan mengatasi perilaku kekerasan pada klien skizofrenia di Rumah Sakit Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang. Sedangkan perlakuan yang didapatkan klien adalah tindakan keperawatan terapi kelompok suportif sebanyak empat sesi. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuesioner skala novaco dari novaco, Fauziah dan Putri dengan modifikasi peneliti. Responden diseleksi dengan menggunakan kuesioner tersebut dan bila memiliki nilai total <15 maka individu memenuhi criteria untuk menjadi responden yaitu dengan skala marah sedang. Kriteria yang lain adalah Usia dewasa (18 – 55 tahun) yang mampu mengisi data-data yang diberikan, bisa membaca dan menulis, klien yang sudah dirawat selama 2 minggu di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang, diagnosa keperawatan perilaku kekerasan (berdasarkan catatan keperawatan), jenis obat yang di minum pasien yaitu CPZ, HP dan THP (berdasarkan catatan keperawatan), klien yang sudah mendapatkan TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan (berdasarkan catatan keperawatan). Klien yang mengalami tingkat kemarahan sedang berdasarkan hasil screening emosi marah. Analisis statistik yang dipergunakan yaitu univariat dan bivariat dengan analisis korelasi pearson dan dependent-sample t-test serta Anova dengan tampilan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi.
Hasil dari contoh kasus
Hasil pada penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia responden adalah 29,33 tahun dan frekuensi dirawat adalah selama 2,6 kali. 57, 1% responden berjenis kelamin laki-laki, 16,9% bekerja sebagai buruh, 50% berpendidikan menengah (SMP), dan 54,8% responden berstatus tidak kawin. Uji karakteristik responden menunjukkan bahwa pada 5% tidak ada perbedaan yang signifikan karakteristik responden. Tabel 1 nilai pre test kemampuan kognitif sebesar 18,93, untuk nilai kemampuan perilaku sebesar 51,90, sedangkan untuk nilai kemampuan sosial sebesar 22,83. Setelah dilakukan terapi kelompok supportif kemampuan mengatasi perilaku kekerasan mengalami peningkatan skor perbedaan dilihat setelah diberikan terapi suportif dengan kemampuan kognitif, kemampuan perilaku dan kemampuan sosial peningkatan dengan nilai pada 5% (p value > 0,000) pada tabel 4 artinya ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan mengatasi perilaku kekerasan dengan permberian terapi kelompok suportif.
Hasil screening menunjukkan bahwa kebanyakan klien berada pada tingkat emosi sedang dan beberapa yang mengalami emosi kurang dan buruk dilaporkan kebagian keperawatan untuk ditindaklanjuti. Kondisi ini perlu ditangani, salah satunya dengan memberikan terapi kelompok suportif bagi klien perilaku kekerasan. Pemberian terapi kelompok suportif berdampak respon perilaku yang cukup besar. Terapi kelompok suportif merupakan salah satu jenis terapi kelompok untuk merubah perilaku, perubahan perilaku dilatih melalui tahapan-tahapan tertentu sehingga perubahan perilaku yang diharapkan akan lebih mudah dilakukan klien. Gambaran perilaku yang akan dipelajari, memperlajari perilaku baru melalui petunjuk dan demonstrasi, role play yaitu mempraktekkan perilaku baru dengan memberikan umpan balik dan mengaplikasikan perilaku baru dalam situasi nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Miller dan Harsen (1997) menyatakan bahwa perubahan perilaku yang baik dapat dilakukan dengan teknik asertif.
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa pemberian terapi generalis dan terapi kelompok suportif menurunkan respon perilaku lebih besar daripada hanya dengan terapi generalis saja.
Daftar Pustaka
Ahmad, T. (2011, 06 20). Makalah Terapi Kelompok. Dipetik 05 20, 2014, dari Katulumbu: http://katumbu.blogspot.com/2012/06/makalah-terapi-kelompok.html
Hapsah., Hamid, A., & Susanti, H. (2011). Peningkatan Generatvitas Melalui Terapi Kelompok pada Perempuan Paruh Baya. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Hartford, M.E.coyle, G.L.(2009) Social process in the community and the group: significant areas of content in a social work curriculum.cornell university: council on social work education
Rawlins, T.R.P., Williams, S.R., Beck, C.M. (1993). Mental Health Psychiatric Nursing a Holistic Life Cycle Approach. St. Louis : Mosby Year Book.
Semiun,yustinus.(2006) kesehatan mental 3.yogyakarta: kanisius
Trecker,H.B.(2008) Social work administration.university of California: association press.
.http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/38/jbptunpaspp-gdl-edisuharto-1871-2-pekerjaa-2.pdf
https://www.academia.edu/8815830/PROPOSAL_TERAPI_AKTIVITAS_KELOMPOK
Langganan:
Postingan (Atom)